Thursday, June 19, 2014

Cerita Ringan 1

Masih ingin berbicara hal yang lain. kembali meng-klik new entry.
saking seringnya membaca novel, gaya menulispun mengikuti apa yang dibaca akhir-akhir ini. ketika dulu membaca jurnal terus menerus, gaya menulispun mengikuti pola tulisan ilmiah.
saya sedang menikmati novel akhir-akhir ini, memuaskan sifat melankolisku yang sebenarnya. saya tahu ini akan ada ujungnya dan setelah beberapa novel akhir-akhir ini saya kembali merindukan jurnal-jurnal ilmiah yang sudah saya tinggalkan hampir setahun yang lalu. Artikel-artikel mengenai "System Retrieval" yang dikemukakan bu Ari (bahasan mengenai desertasi nya) menimbulkan kepenasaranan tersendiri. semakin mendalami sebuah ilmu, semakin menyadari bahwa ilmu yang didapat itu belum sampai ke dasarnya. kamu hanya mengenal sedikit saja mengenai hal itu. jika ada yang menyebutmu dengan sebutan ahli, itu salah besar. karna yang nempel dalam namamu hanya gelar, bukan keahlian (ini hanya berlaku untukku, bukan yang lain).
kapan ya memulai kembali? minggu depan atau bulan depan? hmmm... mungkin minggu depan, Insya Alloh. karna tidak tahu apakah ada kesempatan kembali untuk mengenyam pendidikan selanjutnya atau tidak. semua persiapan itu harus ada, bukan untuk gelar-gelar atau jabatan tertentu tapi untuk membuka wawasan dan membentuk pola pikirmu.
rasanya selalu haus ilmu. apakah orang lain merasakan hal yang sama? saya tidak tahu.

Antara Novel dan Saya

Pagi ini dihujani perasaan yang serba aneh. keanehan itu bermula ketika aku membaca novel Kinanthi. Alur itu seakan masuk ke kehidupanku sendiri. cerita mengenai masa kecil berimplikasi pada memori cinta monyetku. cerita mengenai masa dewasa, ketika dia menjadi profesor di Amerika berimplikasi pada ingatanku tentang dosen yang memiliki background pendidikan di texas. seakan terus hanyut dalam ceritanya dan membuat saraf-saraf sinapsis dalam otakku menyambung kembali dalam memori masa lalu dan masa kini.
bagaimana ya kabarnya? orang-orang yang sudah memasuki babak hidup paling penting itu seakan merongrong dan menjadikan perasaan ini mendominasi ingatan. mengingat kutipan dalam novel itu, "jika perasaan sudah mendominasi maka kepintaranmu sudah tidak berfungsi lagi". tidak persis seperti itu ucapannya, tapi kurang lebih simpulannya seperti itu lah.
memori itu, entah kenapa, meloncat-loncat dan enggan pergi. malah semakin memunculkannya dan berharap ada babak baru yang bisa mempertemukan kembali. hanyut dan terus hanyut. rasanya menyenangkan sekali dan enggan beranjak dari lamunan.
Liar sekali rasanya. pemikiran yang terbuka. bukan tentang pola masyarakat yang terkotak-kotak oleh tradisi dan golongan tertentu. kalaupun aku menginginkan untuk menjejaki tanah itu, New York, Amerika, bukan hanya untuk sekedar berjalan-jalan tetapi memahami kultur dan budaya dengan lebih mendetail melalui belajar. menghabiskan waktu satu bulan saja rasanya cukup untuk sekedar mengenalnya. mengingat itu kembali mengingat perkataan dosenku, "ayo kamu belajar keluar, nanti saya menyusul". beliau yang pernah menghabiskan waktu sekian lama selama mengenyam pendidikan S2 dan S3 nya disana, rasanya menjadi harapan besar untuk tahu banyak hal tentang negara itu.
Itu hanyalah cerita kawan, sama halnya seperti kisah di novel itu. lamunan ini juga hanya lamunan, sama seperti fiksi nya novel itu. kalaupun ada yang sama, itu hanya bumbu saja. toh akhirnya novel itu tetap fiksi, dan saya masih di Indonesia bukan di Amerika.

Friday, June 13, 2014

Cerita itu Nyata di Depan Mata

Cerita hidup manusia itu beragam. ada yang sedih, bahagia, setengah sedih alias galau, dan setengah bahagia alias flat aja. tapi itu adalah cerita dan selebihnya adalah bumbu. satu mulut ke mulut lainnya itu tidaklah sama. ketika cerita 'satu' tiba-tiba berubah menjadi 'satu tambah satu' tiba-tiba berubah lagi menjadi 'satu tambah satu sama dengan dua'. tidak heran. jangan salahkan daun ketika kamu cerita pada batang, tetapi daun akhirnya tahu. kalau tidak ingin bocor maka jangan cerita kepada siapapun.
"sebuah perasaan dan sebuah reaksi hormon tubuh manusia itu berlainan, ketika kulit perempuan dan laki-laki bertaut atau mata yang saling menatap maka hormon pada kedua orang tersebut akan bereaksi. tiba-tiba degup jantung menjadi kencang, muka memerah, salah tingkah dan gelagapan. apakah itu jatuh cinta? itu bukan jatuh cinta. itu hanyalah sebuah reaksi hormonal." salah satu kutipan dalam film the man from mars nya nikita willy. ucapan morgan itu kadang mungkin benar atau juga mungkin tidak benar. karena itu hanyalah nalar manusia berupa nafsu dan tidak dibarengi rule yang sebenarnya (keimanan).
kita akan selalu dihadapkan pada dua kemungkinan, jika bukan bisikan baik (berasal dari malaikat) maka berarti buruk (berasal dari setan). jika tidak ada fondasi, maka kecenderungan untuk mengikuti nafsu setan pun akan berakhir pada reaksi hormonal dan mereka menikmatinya (tidak ada rasa bersalah).
ketika itu terjadi, gejolak itu tidak dapat direm lagi. seperti air yang mengikuti arus, mengalir dari hulu ke hilir. masalah pun sama, akan menemukan titik temu dan berakhir di muara. entah itu berakhir buruk atau baik, tapi masalah harus tetap diselesaikan.
seperti yang sekarang terjadi disini. cerita ini ada hulunya dan sekarang menemukan hilirnya. jangan salahkan mata yang menatap atau kulit yang bersentuhan, itu hanya sebuah reaksi hormonal yang didorong oleh nafsu belaka.
saya bersyukur untuk cerita yang tidak pernah saya harapkan. menjadi saksi kunci bukan perkara yang menyenangkan. alir cerita begitu lekat dalam ingatan dan berharap cerita fiksi ada di akhir cerita. happy ending dan happily ever after.

Kembali ke Titik 0

Siang ini, saya membaca tulisan seorang guru (anggap saja begitu). Meskipun tidak pernah bertegur sapa dan beliau hanya mengenal saya sekali...