Thursday, October 16, 2014

Sebagai seorang anak, istri, dan ibu

Malam ini, malam jumat tanggal 16 oktober, saya tersentuh dengan beberapa kejadian di depan mata saya. Sampai-sampai saya tidak sanggup menengadah melihatnya secara langsung. Alloh kembali mengingatkan saya akan arti sebuah keluarga. Ketika saya makan untuk berbuka puasa pukul 8 malam di RM. Laksana cimahi, saya diapit oleh satu keluarga yang terdiri dari tiga orang (anak kecil lelaki, lelaki dewasa, dan seorang ibu paruh baya-saya rasa beliau adalah ibu lelaki itu), dan dua orang pasutri. Saya mendengar lelaki dewasa yang bersama ibunya terus menerus menawari makanan sembari sekali-kali berkelakar "kenapa ibu makan sama ayam lagi ayam lagi". Ibunya cuma bilang "biarin aja atuh". Lelaki dewasa itu terus menawarkan beragam makanan dan minuman. Sempat si ibu bertanya, "apa itu?" Sambil menunjuk minuman lelaki itu. "Jus alpukat bu, ibu mau? Biar dipesankan" Si ibu hanya bilang "ngga ah". Tidak tahu memang benar-benar tidak mau atau segan meminta. Satu hal yang saya tangkap dari lelaki dewasa itu adalah tentang perhatian. Bukan masalah makanan dan minuman, si ibu hanya perlu perhatian meskipun hanya sebatas tawaran-tawaran kecil. Dari cara si ibu bertanya dan berbicara, saya bisa memastikan kalau si ibu merasa senang diajak makan dan tawaran-tawaran sederhana itu menjadi pelengkap perhatian anaknya terhadapnya.
Beda lagi dengan dua orang pasutri disebelah kiri saya. Mereka makan hampir tanpa bersuara. Suaminya bersikap lembut terhadap istrinya. Dia menawarkan makanan dengan suara dan bahasa yang halus. Meskipun hanya sesekali bersuara, tapi dengan perkataan halus tampaknya mereka pasangan yang kompak. Jika satu berbicara, yang satu nya lagi menimpali dengan sedikit candaan. Mereka tertawa renyah berdua tanpa terdengar apa yang mereka bicarakan. Itu seperti tamparan kedua buat saya. 
Lain lagi cerita ketiga. Ini tentang ibu dan dua orang anaknya yang masih balita. Dari pakaian, penampilan, dan cara mereka bicara, kemungkinan mereka adalah pengemis. Satu anak digendong, diperkirakan usianya kurang lebih setahunan, satu lagi sudah agak besar mungkin dua tahunan lebih. Si anak tidak berhenti mengoceh dan si ibu hanya memperingatkan sesekali. Tapi dari beberapa kalimatnya terdengar kata-kata kasar dari mulut ibunya. dan si ibu sempat bertanya "tadi diapain sama nenek, kenapa menangis?" tidak dijawab oleh anaknya. terbayang banyak hal mendengar percakapan itu karena kekerasan dan penganiayaan pada anak sudah marak terjadi belakang ini. Semoga anak-anak itu bisa bahagia dan tidak mengalami hal-hal seperti yang ada dalam berita-berita.
Coba hubungkan benang merah diantara cerita-cerita tadi. Bukankan ada hubungan klausal diantara ketiganya? Sama seperti status saya, sebagai seorang anak, ibu, dan istri. Melihat bagaimana anaknya memperlakukan ibunya, bagaimana suami menghargai istrinya, Bagaimana seorang ibu yang berusaha melindungi anak-anaknya. Bukankah itu semua juga kewajiban saya? Bukankan saya juga mempunyai tanggung jawab yang sama? Berbakti kepada orang tua, melayani suami, dan mendidik anak-anak. Tidak satu pun tanggung jawab itu terwujud. Saya masih belum sanggup membahagiakan orang tua, belum mampu melayani suami dengan baik, dan belum sepenuhnya mendidik anak-anak dengan baik. Jika saja penguasa-penguasa itu mengerti bagaimana kondisi itu tidak harus menemui jalan buntu. Jika saja mereka-mereka mempunyai paham yang sama bahwa keluarga diatas segalanya. Jika saja dan jika saja permohonan pindah saya segera dikabulkan. Kegelisahan itu mungkin akan beralih ke bentuk yang lain. Bentuk yang lebih besar dari hanya sekedar perhatian. Pemenuhan tanggung jawab itu akan terbayar lunas, walaupun saya masih menyisakan waktu diluar rumah untuk bekerja. Kali ini doa saya hanya itu Ya Rohman Ya Rohim. Berharap saat-saat berkumpul dengan keluarga semakin dekat. Amiiin.. Mohon bantuan untuk mengaminkan bagi yang membaca artikel ini.. Terima kasih.

Tuesday, October 7, 2014

Taman Film Bandung

masih berkisar tentang taman-taman di bandung. tempat yang saya sambangi kali ini adalah taman film. lokasinya ada di sebelah taman jomblo, di bawah jembatan pasupati. jalan akses kesana bisa melalui baltos atau jalan tembus menuju cihampelas, di pinggir taman jomblo. seperti halnya taman-taman yang lain, taman film pun dipenuhi muda mudi, anak-anak, dan ibu-ibu yang sedang menikmati taman. hal yang menarik dari taman ini adalah keberadaan rumput sintetis yang bisa dipakai untuk berlari-lari dan tidur-tiduran. sepatu dan sandal dibuka, disimpan di sepanjang garis yang membatasi rumput sintetis itu.
taman film dibuka oleh walikota Bandung, biasa disebut dengan panggilan kang emil, pada tanggal 14 September 2014. Kang emil menggagas pembuatan taman-taman tematik sebagai sarana hiburan warga dan wisatawan, seperti yang diberitakan dalam http://nasional.news.viva.co.id.
Komunitas Film Bandung dan Dinas Pertamanan Kota Bandung ditunjuk sebagai pengelola taman film ini. warga Bandung bisa menyaksikan film dalam layar megatron besar dengan kualitas gambar dan suara standar bioskop. Kalau penasaran dengan penampakan tamannya, ini dia penampakannya.

Kembali ke Titik 0

Siang ini, saya membaca tulisan seorang guru (anggap saja begitu). Meskipun tidak pernah bertegur sapa dan beliau hanya mengenal saya sekali...